Kebutuhan
terhadap sumber energi, terutama energi listrik, mendorong munculnya
banyak variasi sumber pembangkit. Terlebih adanya desakan untuk
menciptakan sumber pembangkit ramah lingkungan, menjadi salah satu
faktor pendorong untuk mencari sumber energi lain selain bahan bakar
fosil. Salah satu yang saat ini sedang ramai adalah pembangkit dengan
konsep renewable energy yang umumnya sudah banyak dikembangkan di
negara – negara maju. Salah satu bagian dari renewable energy adalah
pembangkit listrik menggunakan teknik energi osmosis yang akan dibahas
pada artikel ini.
Pada prinsipnya, proses pembangkitan listrik melibatkan perubahan
energi kinetik menjadi energi listrik (memutar rotor pada generator).
Energi kinetik inilah yang umum menjadi permasalahan. Hal ini
dikarenakan pada metode pembangkitan secara konvesional (seperti
pembangkit berbahan bakar fosil) bahan bakar tersebut akan dibakar
untuk memanaskan air, yang pada proses selanjutnya akan menghasilkan
tekanan untuk memutar rotor. Hal inilah yang kemudian dilihat dan
berusaha dimanfaatkan pada proses osmosis.
Berdasarkan pengertiannya, Osmosis merupakan salah satu sifat yang
dimiliki dari benda cair (fluida) untuk berpindah melalui lapisan
semiperrmiabel diantara 2 fluida yang memiliki kepekatan berbeda.
Lapisan semipermiabel ini berfungsi untuk memisahkan 2 lapisan dan
hanya mampu ditembus oleh air, sementara partikel yang lain tertahan.
Sehingga arah pergerakan fluida berasal dari fluida dengan kepekatan
rendah menuju fluida dengan kepekatan lebih tinggi hingga dicapai
kepekatan yang sama.
Perpindahan fluida ini akan mengakibatkan adanya perubahan volume yang
juga mengakibatkan tekanan pada sisi fluida yang lebih pekat. Tekanan
ini kemudian akan menyebabkan pergerakan fluida dan tekanan yang dapat
digunakan sebagai sumber energi kinetik. Konsep inilah yang kemudian
digunakan pada pembangkit listrik dengan konsep teknik osmosis dengan
memanfaatkan air laut. Dengan memanfaatkan kepekatan air laut dan juga
air murni, pembangkit listrik dengan teknik osmosis dapat dikembangkan.
Untuk lebih memahami mengenai proses osmosis, dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Pada kondisi awal
Pada saat proses osmosis telah mencapai titik keseimbangan
Teknik osmosis yang digunakan pada pembangkit listrik memiliki 2 tipe
yang berbeda, yaitu SHEOPP Converter dan Underground PLO Plant.
SHEOPP Converter
SHEOP Converter merupakan pembangkit listrik yang terpasang di dasar
permukaan laut. Prinsip yang digunakan pada pembangkit ini adalah
menggunakan air laut sebagai fluida pekat, dan memanfaatkan aliran air
sungai atau dam yang berfungsi sebagai fluida yang kurang pekat. Dasar
peletakan pembangkit ini didasar laut dikarenakan faktor beda
ketinggian dan juga kadar kepekatan air laut itu sendiri. Faktor ini
cukup mempengaruhi energi listrik yang nantinya dapat dibangkitkan.
SHEOPP Converter Plant
Underground PLO Plant
Pada prinsipnya, tipe pembangkit Undergorund PLO Plant memiliki prinsio
kerja yang sama dengan SHEOPP Converter. Perbedaan terletak pada
penempatan pembangkit. Jika pada SHEOPP Converter, pembangkit
diletakkan pada bagian dasar laut untuk memastikan tekanan dan jumlah
fluida yang tepat, maka pada pembangkit tipe Undergorund PLO plant
pembangkit diletakkan di bawah tanah. Hal ini yang didasarkan untuk
memunculkan perbedaan tekanan, dengan mengalirkan air dari sungai atau
dam dan air laut menuju ke level tekanan yang lebih rendah. Untuk lebih
jelasnya, dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Underground PLO Plant
Akan tetapi, seperti banyak pembangkit renewable energy lainnya, konsep
pembangkit dengan teknik osmosis masih mendapat banyak tantangan. Hal
ini terkait dengan faktor – faktor kualitas, kuantitas, dan ekonomis
yang kurang baik. Permasalahan terutama terpaku pada kemampuan lapisan
semipermiabel sebagai bagian penting teknik ini, dan juga faktor biaya
yang dibutuhkan dalam menghasilkan energi listrik per Watt-nya.Oleh
karena itu masih sedikit pembangkit listrik dengan teknik ini yang
dikembangkan.
Perkembangan pembangkit dengan teknik ini sampai sekarang, hanya
terdapat beberapa tempat , diantaranya adalah oleh perusahaan Starkraft
di Tofte, Norwegia dan Eddy Potash Mine di New Mexico. Bahkan ketika
pertama kali dibangun, pembangkit listrik yang berada di Norwegia hanya
mampu menghasilkan beberapa kilo-Watt yang jika dikonversikan hanya
dapat memanaskan air untuk 1-2 ketel.
Perhatian pada pembangkit ini pun akhirnya menarik beberapa pihak untuk
meneliti dan menelaah lebih jauh. Salah satunya adalah perhatian untuk
peningkatan kerja pada sisi lapisan semipermiabelnya. Namun, seiring
waktu berjalan, bukanlah sesuatu yang tidak mungkin apabila di masa
depan pembangkit dengan teknik ini dapat menjadi salah satu bagian dari
sistem pembangkit listrik dengan dasar renewable energy.
Referensi :
[1] http://www.exergy.se/goran/cng/alten/proj/97/o/
[2] http://en.wikipedia.org/wiki/Osmotic_power
[4] http://www.osmosefilmer.com/engelsk2.html
[3]Haynie, Donald T. (2001). Biological Thermodynamics. Cambridge: Cambridge University Press. pp. 130–136.
[5]http://www.osti.gov/bridge/servlets/purl/756432-k7Q3X9/webviewable/
[6] http://www.newscientist.com/article/dn18204-first-osmosis-power-plant-goes-on-stream-in-norway.html
0 Komentar